Mataram, NTB – Berdasarkan data BP2MI, Malaysia masih menjadi negara tujuan ketiga pengiriman PMI terbanyak setelah Taiwan dan Hongkong. Sektor kelapa sawit menjadi salah satu sektor yang paling diminati oleh PMI. Oleh karena itu, untuk meningkatkan pelindungan hak-hak pekerja bagi warga
Indonesia yang mencari pekerjaan di sektor kelapa sawit di Malaysia, International Organization for Migration (IOM) dan International Labour Organization (ILO) menyelenggarakan kegiatan FGD Pengembangan Modul Pelatihan Orientasi Pra-Pemberangkatan dan Materi KIE di Sektor Kelapa Sawit Indonesia-Malaysia di Prime Park, Kamis (07/09/2023).
Kegiatan ini dihadiri oleh 15 peserta yang berasal dari Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi dan BP3MI, serta asosiasi perusahaan, serikat pekerja, dan organisasi masyarakat.
Kadisnakertrans Provinsi NTB, I Gede Putu Aryadi, S.Sos, M.H dalam sambutan pembukaannya mengungkapkan bahwa masih ditemukan kasus penempatan PMI non prosedural oleh oknum2 yang tidak bertanggungjawab, baik calo atau PL dan sponsor.
Sebagian besar kasus muncul karena masyarat lebih percaya pada informasi yang disampaikan oleh calo. Ini menandakan kuatnya mindset lama dari implementasi regulasi sebelumnya.
Contohnya pelaksanaan UU Nomor 18 Tahun 2017 Tentang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia yang masih belum lepas dari bayang-bayang UU No 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri. Peralihan mindset dari UU No. 39/2004 ke UU No. 18/2017 belum sepenuhnya karena masih banyak P3MI masih menggunakan UU 39/2004.
Dulunya memang rekrutmen CPMI dilakukan oleh PL seperti yang diatur pada UU No. 39 Tahun 2004, sehingga peran Dinas sangat sedikit. Namun dengan berlakunya UU No. 18 Tahun 2017, maka proses rekrutmen saat ini berlangsung di kota/Kab sehingga tidak ada lagi istilah PL.
Sesuai dengan UU No. 18/2017, peran pejabat pengantar kerja Dinas untuk membina petugas antar kerja di perusahaan agar memberikan informasi yang benar dan edukasi bagi pencaker supaya sesuai prosedur bila ingin bekerja ke luar negeri. Hal ini sebagai upaya pemerintah dalam mengurangi jumlah penempatan unprosedural dan tindakan preventif TPPO.
“Pemerintah hadir untuk memberikan perlindungan, menjamin kepastian hukum, dan menjalin hubungan baik,” tegas mantan Irbansus pada Inspektorat NTB.
Aryadi mengungkapkan saat ini sedang gencar penindakan terhadap kasus Tindak Pidana Penjualan Orang (TPPO). Sepanjang tahun 2022 ada 752 di Indonesia, khusus di NTB ada 4 kasus yang mencuat dan kasusnya sedang diproses hukum. Modus TPPO paling banyak, yaitu para calo/tekong mengiming-imingi CPMI tempat kerja, pekerjaan dan gaji yang bagus tanpa perlu pengurusan dokumen.
Aryadi mengimbau agar forum ini menjadi sarana evaluasi dan melengkapi hal-hal yang kurang sehingga tidak ada lagi celah hukum yang dimanfaatkan oleh oknum untuk merugikan masyarakat kita.
“Sekarang sudah terbit Permenaker Nomor 4 Tahun 2023 tentang Jaminan Sosial Pekerja Migran Indonesia, dimana UU ini perlu disosialisasikan dan dimasukan ke dalam modul ini,” ucap laki-laki yang akrab disapa Gede tersebut.
Mengakhiri sambutannya, Gede mengajak semua stakeholder terkait bersama asosiasi dan P3MI agar taat aturan. Setiap proses yang dilakukan agar mengacu pada norma dan peraturan yang sudah ditetapkan. “Asosiasi P3MI jangan membuat kesepakatan atau SOP diluar ketentuan yang ada, sehingga bisa merugikan CPMI kita,” ingatnya.
“Sistem SPSK harus dilakukan oleh perusahaan yang punya izin rekrut dan memiliki job order, serta setiap P3MI harus ada kantor cabang di NTB agar kita benar memastikan warga yang berangkat mendapat perlindungan,” tutupnya.
Sementara itu, Kepala BP3MI NTB, Mangiring Hasoloan Sinaga menyampaikan PMI yang bekerja di sektor perladangan, baik di Malaysia Timur atau Barat mayoritas berasal dari NTB.
“Kami melihat kegiatan ini sangat strategis, mengingat 92% warga NTB bekerja di sektor perladangan kelapa sawit di Malaysia,” ungkapnya.
Mangiring berharap dengan memperkaya modul Orientasi Pra Pemberangkatan (OPP) dapat memberikan pemahaman pada CPMI yang ingin bekerja sebagai PMI, khususnya di kelapa sawit. BP3MI berharap ke depannya PMI semakin memahami standar internasional dan kebijakan. Serta memahami kewajiban dan hak di Malaysia baik dalam melindungi diri sebagai pekerja di sektor ladang sawit.
“BP3MI NTB berterima kasih atas partisipasi ILO dan IOM atas kepeduliannya dalam isu pelindungan PMI di sektor kelapa sawit, khususnya wilayah Malaysia,” ujarnya.
Pada kesempatan yang sama, National project officer International Organization for Migration (IOM) Eni Raitatul Navisa menyampaikan tujuan kegiatan ini adalah untuk memberikan pelindungan hak-hak pekerja bagi warga Indonesia yang mencari pekerjaan di sektor kelapa sawit di Malaysia.
Menurut Eni upaya tersebut dilakukan melalui pengembangan materi pelatihan Orientasi Pra Pemberangkatan (OPP) yang dilengkapi dengan materi KIE (Komunikasi, Informasi, Edukasi) oleh Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI), pengawas ketenagakerjaan, organisasi serikat pekerja terkait, LSM, dan lembaga mitra lainnya.
“Berdasarkan data BP2MI, Malaysia masih mendominasi sebagai negara tujuan terbanyak nomor 3 setelah Taiwan dan Hongkong,” ungkapnya.
Sektor kelapa sawit merupakan sektor yang paling diminati oleh PMI. Namun, fakta di lapangan menunjukkan adanya pelanggaran dan HAM, seperti kerja paksa, mempekerjakan anak dibawah umur dan pelanggaran lainnya.
Sejak Juli tahun 2023 hingga sekarang, mayoritas pengaduan PMI berasal dari NTB sebanyak 79 pengaduan, dengan wilayah pengaduan dari Kab. Lombok Timur dan Lombok Tengah.
Eni mengatakan CPMI rentan mengalami eksploitasi dalam bentuk biaya penempatan berlebih, informasi job order menyesatkan dan instruksi pekerjaan yang transparan.
Untuk mengantisipasi tantangan dan resiko, Eni menegaskan pemenuhan informasi sangat penting. IOM bekerja bersama Kementerian Ketenagakerjaan dan BP2MI, melakukan seluruh tahapan yang akan dilalui PMI selama proses pra pemberangkatan, termasuk mencari dan melamar pekerjaan, mendapatkan informasi khusus terkait pekerjaan di sektor perkebunan, memahami hak-hak di tempat kerja, termasuk sebelum dan setelah bekerja, serta persiapan yang diperlukan.
“CPMI harus mendapatkan informasi yang aktual, seperti job order, tahapan imigrasi hingga pemenuhan hak-hak pekerja serta bagaimana mekanisme pengaduan yang dapat di akses saat terjadi masalah di negara penempatan/perusahaan bekerja,” himbau Eni.